Langsung ke konten utama

Postingan

Desember

Pohon natal sudah tertata begitu manis dengan lampu warna-warni yang semakin memperindah. Ada bintang besar di bagian atas pohon, memancarkan cahaya yang kemilau, dan selalu menjadi pusat perhatian saat melihat pohon natal hijau itu. Ada boneka malaikat mengelilingi daun pohon, bola warna-warni, dan hiasan lain yang mempercantik pohon itu. Lagu-lagu natal pun mulai kembali diputar dan secara refleks mulut menyanyikannya ketika lagu terdengar, seakan ada hal yang secara tidak sengaja membekas dan mengajak kembali tuk diingat. Aku selalu rindu desember. Aku rindu kehangatannya. Aku rindu aroma nya. Aku rindu nuansanya. Ada tawa lebih dari 1 orang. Ada langkah yang cepat untuk saling menghampiri. Ada tangan saling bersalaman, menggenggam, menepuk pundak sembari tawa renyah. Ada pertemuan. Ada keluarga. Ada yang selalu diingat. Ada yang selalu dicari. Ada yang selalu bertanya kabar. Ada tulisan tanpa ada spasi. Rindu atau mimpi, aku ingin merasakannya. Aku ingin dihangatkan tanpa spa
Postingan terbaru

Semua akan Baik-Baik Saja

Kamu merasa kalau kamu seolah seorang diri. Kamu merasa seakan kamu berjuang sendiri. Kamu merasa ada yang salah dengan segala yang kamu rasa. Seakan semua penuh tanda tanya tanpa jawaban, seakan semua terintimidasi pada rasa yang begitu sempit, seolah kamu merasa semua hanya kepura-puraan belaka sekedar hanya untuk bertahan. Kamu memang tidak butuh jawaban akan semua hal yang memang tak layak dipertanyakan. Entah mungkin karena kamu hanya belum siap untuk menerima jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu, entah mungkin kamu hanya ingin mencoba lupa untuk setiap pertanyaan yang menyelinap, entah mungkin kamu hanya takut. Terkadang, yakin itu penting. Percaya itu harus. Walau terkadang juga sulit untuk meyakinkan dan percaya. Cukup simpan segala tanya yang tidak akan memperoleh jawaban yang membahagiakan. Kamu yakin dan percaya, hanya itu saja. Yakin dan percaya ‘semua akan baik-baik saja’. Yakin dan percaya kalau ‘semua akan baik-baik saja’ membutuhkan waktu, yakin dan percaya k

Termanis

Bagiku bukan rangkaian kata yang indah sebagai wujud termanismu Bagiku bukan rangkaian kesederhanaan kata sebagai wujud temanismu Bagiku bukan makna setiap kata sebagai wujud termanismu Bagiku bukan bahasa tubuh sebagai wujud termanismu Bagiku bukan kalimat perhatianmu sebagai wujud termanismu Kau termanis, tapi aku tak mampu menjelaskan sisi termanismu Hanya saja kau memang termanis Aku tak bisa mengatakan bahwa matamu saat memandangku adalah hal termanis Aku tak bisa mengatakan bahwa caramu menyampaikan sesuatu padaku adalah hal termanis Aku tak bisa pula menjamin caramu mengungkapkan rasa adalah hal termanismu Kau selalu termanis. Tetap termanis dan aku tetap tak mampu menjelaskan Wahai termanis, kau akan selalu punya cara untuk membuatku bisu menjelaskan sisi termanismu!

Abu

Aku menuliskan ini untuk memberikan gula pada hambar nya seduhan daun teh, memberikan kaldu pada sayuran sop, memberikan garam pada masakan yang tak berasa, dan memberikan imbuhan untuk suatu kata penuh makna. Aku menuliskan ini untuk menemani rasa tawarmu, wahai wanita yang menghentikan langkahnya di ujung jalan sana. “Jangan lagi ada perhentian. Jangan lagi ada kebimbangan. Jangan lagi ada rasa tawar. Jangan lagi kembali berdiam. Jangan lagi abu.” Aku menatapmu dari belakang dan kau seakan begitu kehilangan arah, seakan kau begitu lelah. Semua nampak dari wajahmu yang sayu dan kepalamu yang sulit kau tegakkan. Bahkan, angin menyapu lembut rambutmu. Bajumu tak dapat melawan arah angin sama lemasnya denganmu. Aku mengerti perasaanmu yang tergambar utuh dari sikapmu yang dingin. Aku mengerti alasanmu menarik diri. Aku mengerti hatimu yang abu. Senyummu dan seluruh nya dari padamu selalu menciptakan jarak. Seolah kau takut untuk sekedar membalas sapaan. “Hai.

Rindu

Rindu itu seperti pencuri. Datang nya selalu tiba-tiba dan belum sempat berencana menutup pintu. Rindu itu seperti makanan cepat saji. Hadirnya selalu paling cepat dan terbaik dalam menyesakkan rasa. Rindu itu seperti mata air. Jernih, belum ada polusi. Murni karena memang rindu adanya. Tidak dibuat-buat. Rindu itu seperti luka yang perih, jika tidak terbalaskan. Rindu itu sebenarnya manis, tapi juga pahit saat harus menelan rindu itu sendiri. Rindu itu seperti rasa yang menutup kata, kadang mampu membuat malu 'tuk mengatakan " Aku Rindu". Hingga rindu itu terus membekas, tidak terbalaskan, semakin menumpuk, dan sesak karena rindu.